Home | Posts RSS | Comments RSS | Login

PABRIK ROKOK DI KOTA KUDUS SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA EKONOMI

Jumat, 18 September 2009

Kota Kretek”, ketika kita mendengar nama itu, pikiran kita akan tertuju pada sebuah kota kecil di daerah Jawa Tengah yakni Kudus. Hal itu tidak lepas dari riwayat rokok kretek yang bermula di kota Kudus itu sendiri, yang sudah berlangsung sejak lama sekitar tahun 1880-an. Haji Djamari lah yang mempeloporinya, dan kemudian muncullah industri rokok pertama kali di kudus sebagai awal usaha kretek yaitu industri rokok Nitisemito yang menjadi mata dagangan utama pada saat itu, sampai usaha tersebut maju begitu pesatnya. Namun pada akhirnya usaha industri rokok itu mengalami kebangkrutan karena adanya keselisihan diantara ahli warisnya sehingga tidak dapat bertahan lama. Setelah itu muncullah industri rokok lain seperti PT. Djarum, PT. Nojorono, PR. Sukun dan PR. Jambu bol. Dari keempat rokok yang sampai saat ini masih bertahan itu, industri rokok PT.Djarum adalah yang paling besar dan maju diantaranya. Sampai akhir tahun 2004 potensi industri rokok sebanyak 225 unit usaha, terdiri dari industri perumahan, kecil dan besar dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 80.999 orang,dan lokasinya menyebar di seluruh wilayah kota Kudus.


Industri rokok PT. Djarum sendiri berdiri sejak tanggal 25 agustus 1950 yang diawali oleh sepuluh pekerja dan didirikan oleh Oei Wie Gwan. Pada saat ini dipimpin oleh RM.Hartono. menurut kabar, bahwa RM.Hartono adalah salah satu orang terkaya di Negara Indonesia. PT. Djarum merupakan salah satu industri yang ada di Indonesia, yang mampu bersaing di tingkat internasional. Sedangkan industri rokok lainya yang ada di kota Kudus seperti halnya; PT. Nojorono, PR. Sukun dan PR. Jambu bol berada pada peringkat di bawahnya. Dimana keempat industri rokok tersebut adalah industri rokok yang terbesar di Kudus.


Berikut nama dan alamat perusahaan rokok yang ada di kota Kudus:

No Nama Perusahaan Alamat Pendiri Tahun berdiri
1 PT. DJARUM Jl. Jendral A. Yani 28 Kudus .Pendiri: Oei Wie Gwan tahun:1951
2 PT. NOJORONO Jl. Jenderal. Sudirman No. 86-b .Pendiri:Kudus tahun :Koo Oje’e 1932
3 PR. SUKUN Ds. Gondosari, Kec. Gebog. Kudus. Pendiri: tahun: Mc. Wartono 1948
4 PR. JAMBU BOL Jl. Raya kudus-pati .Pendiri:H.A Ma’ruf tahun :1937

Berdasarkan hasil pengamatan yang saya lakukan pada:

Hari : Sabtu
Tanggal : 15 September 2007
Tempat : Beberapa lokasi industri rokok di kota Kudus, khususnya di desa Megawon

Di tambah dengan hasil wawancara kepada beberapa narasumber yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan industri rokok yang bersangkutan, antara lain yaitu:
1) Nama : Sujadi
Usia : 43 tahun
Alamat : Megawon Rt 3/2, Kudus
Pekerjaan : Karyawan PT.Djarum Kudus
2) Nama : Suprihatin
Usia : 50 tahun
Alamat : Megawon Rt 3/2, Kudus
Pekerjaan : Buruh PT.Nojorono Kudus
3) Nama : Sunami
Usia : 32 tahun
Alamat : Megawon Rt 3/2, Kudus
Pekerjaan : Buruh PT.Djarum Kudus
4) Nama : Mar’An
Usia : 50 tahun
Alamat : Megawon Rt 4/2, Kudus
Pekerjaan : tukang parkir

Sesuai dengan hasil pengamatan beserta hasil wawancara yang saya lakukan dengan beberapa narasumber di atas, bahwa keberadaan daripada industri rokok di kota Kudus ini, sangat berpengaruh sekali terhadap kehidupan masyarakatnya khususnya pada bidang ekonomi. Karena dengan adanya industri rokok sebagai salah satu jenis lapangan pekerjaan, sangatlah dibutuhkan sekali oleh sebagian besar masyarakatnya yang sebagian besar dari masyarakat kota Kudus tidak lain adalah seorang buruh pabrik rokok.hal itu dapat di lihat secara langsung pagi hari menjelang, banyak sekali para wanita yang pergi bekerja sebagai buruh pabrik rokok, dengan mengendarai alat transportasi berupa antara lain; sepeda, sepeda motor, angkutan umum. Jalan yang mulanya sepi, menjadi begitu rame. Begitu juga engan sore, siang hari ketika para buruh pabrik rokok yang sebagian besarnya adalah wanita, itu pulang dari kerja mereka. Jalan kembali rame. Selain itu menurut data yang saya peroleh dari internet bahwa sebagian masyarakat Kudus bekerja sebagai buruh pabrik rokok sehingga dapat dikatakan bahwa industri rokok di kota Kudus sebagai tonggak perekonomian yang sangat penting. Karena sebagai lapangan pekerjaan, industri rokok menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di Kudus khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bukan hanya orang-orang yang bekerja di pabrik rokok itu saja yang diuntungkan dengan adanya industri rokok ini melainkan juga dengan masyarakat yang tempat tinggalnya berada di dekat lokasi rokok itu sendiri. Mereka dapat membuka usaha ke cil\kecilan yang dapat memberikan keuntungan yang cukup lumayan besarnya untuk menambah pendapatan mereka sehari-hari, bahkan ada yang mnjadikannya sebagai mata pencaharian utama, antara lain:

1) membuka usaha tempat parkir epeda atau epeda motor
2) membuka usaha warung makan
3) menjual sembako dan lain sebagainya

Selain para pekerja industri rokok dan masyarakat yang berada dekat dengan lokasi terebut, yang merasa diuntungkan dengan keberadaanya, Negara pun ikut juga dapat merasakanya secara tidak langsung melalui pajak. Untuk setiap harinya industri rokok PT. Djarum saja pemasukan ke kas Negara mencapai kurang lebih hampir 1 milyar, apalagi jika ditambah dengan tiga pabrik rokok terbesar di kota Kudus (PT. Nojorono, PB. Sukun, dan PR. Jambu bol). Bayangkan saja apa yang terjadi apabila industri rokok tersebut ditutup, dengan alas an kesehatan imana rokok dapat menyebabkan impotensi, serangan jantung, dan gangguan kehamilan dan janin, berapa banyak orang yang merasa dirugikan khususnya para buruh pabrik rokok tersebut, secara otomatis akan mmperbanyak angka pengangguran di negeri ini. Mungkin karena itulah sampai saat ini industri rokok masih tetap bertahan bahkan teru berkmbang meskipun rokok itu sendiri dapat membahayakan kesehatan. Bahkan kita tidak peril sampai berfikir sejauh ke arah itu (brfikir apa yang terjadi apabila pabrik rokok di tutup), kita lihat saja fenomena yang terjadi ketika pekerjaan para buruh pabrik rokok itu dikurangi. Maka gaji atau upah merekapun akan ikut berkurang sehingga banyak para buruh pabrik rokok yang didominasi oleh wanita tersebut mengeluh akan kondisi seperti itu. Apalagi jika mereka itu adalah tulang punggung bagi keluarganya, sungguh menjadi beban ekonomi yang cukup berat baginya seperti halnya yang dialami oleh seorang narasumber yang saya wawancarai. Padahal buruh pabrik rokok menduduni peringkat pertama di bandingkan dengan yang lain dalam jumlahnya pada sebuah industri rokok.

Tujuan daripada di dirikannya industri rokok di kota Kudus, antara lain:

1) Memenuhi permintaan pasar akan kebutuhan rokok
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya pada berbagai bidang, khususnya di bidang ekonomi
3) Menyerap banyak tenaga kerja yang ada, sehingga dapat mengurangi angka penggangguran
4) Membantu meningkatkan pendapatan daerah maupun Negara

Manfaat dengan didirikannya industri rokok yang ada di kota Kudus ini sangatlah besar seperti yang telah di uraikan pada halaman sebelumnya yang membawa keuntungan pada berbagai bidang dalam kehidupan masyarakatnya, antara lain:

1) Pada bidang ekonomi; baik para pekerjanya, masyarakat sekitar lokasi industri rokok, daerah maupun pemerintah
2) Pada bidang pendidikan melaui beasiswa
3) Pada bidang olah raga dengan di dirikannya gedung olah raga khusus bulu tangkis oleh PT. Djarum
4) Pada lingkungan dengan memberikan bibit tanaman kepada masyarakatnya secara cuma – Cuma

Industri rokok yang ada di kota Kudus yang tempat produksinya biasa disebut pabrik ini sangatlah penting sekali bagi perekonomian masyarakat, dimana sebagian mata pencaharian utama mereka memang berada di tempat itu. Sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dari upah, gaji yang diterima dari bekerja. Pabrik rokok yang bekerja pada bidang industri ini merupakan lapangan pekerjaan yang begitu banyak pekerka, selain itu juga struktur organisasinya bersifat formal(resmi), terdapat pemimpin, wakilnya, karyawan, bagian keamanan, dan buruh. Terdapat aturan dan sanksi juga yang dikenakan pada semua orang yang bekerja didalamnya, yang disesuaikan berdasarkan jabatanya sebagai tempat memproduksi barang-barang, pabrik rokok yang ada di Kudus ini dapat digolongkan kedalam suatu lembaga yakni lembaga perekonomian karena telah memenuhi fungsi manifest sebagai lembaga ekonomi, yakni:

1) Sebagai tempat produksi barang dan jasa
2) Distributor /agen barang dan jasa serta pendistribusian sumber-sumber daya ekonomi
3) Tempat konsumen dan jasa

Selain karena telah memenuhi fungsi manifest, suatu dikatakan lembaga apabila pola yang lahir dengan adanya berbagai keperluan manusia yang lahir dengan adanya berbagai budaya sebagai suatu ketetapan (menggunakan dan melahirkan strukutur), dan didalamnya terdapat asosiasi yakni suatu kelompok manusia yang teratur yang bertujuan untuk menjalankan satu atau lebih pola-pola lembaga (mempunyai organisai formal) dengan kata lain bahwa asosiasi merupakan wujud kongkrit dari lembaga. Seperti halnya pada pabrik rokok di Kudus ini merupakan suatu lembaganya (wadah atau tempat seeorang maupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup)dan PT.Djarum, PT.Nojorono, PR.Sukun, PR.Jambu bol sebagai asosiasinya. Sedangkan yang menjadi factor utama dari munculnya lembaga ekonomi adalah karena adanya kebutuhan mencari nafkah yang memerlukan suatu wadah sebagai aksesibilitas hidup manusia yang dituntut oleh sejumah kebutuhan ekonomi. Ekonomi dapat diperoleh dengan cara manusia melakukan jenis pekerjaan. Dari pekerjaan ini manusia berharap memperoleh imbalan/upah. Baik upah barang atau upah yang nanyinya dapat dijadikan sebagai sarana hidup manusia. wadah itu adalah lembaga ekonomi yang erat kaitanya dengan lapangan pekerjaan. Demikian pembahasan dari saya, terima kasih.



Read More......

Legenda aksara jawa

Sepanjang sejarah kesusastraan Jawa yang panjang , orang Jawa telah mengenal berbagai tulisan asli. Ada suatu legenda menenai asal mula penduduk Jawa yang tertua, dan mengenai masuknya kebudayaan Jawa di pulau Jawa. Hal itu sekaligus juga menerangkan bahwa penggunaan tulisa Jawa merupakan unsur penting dari kebudayaan itu. Legenda tersebut menceritakan kisah Pangeran Ajisaka yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dari Mekah yang berkelana melalui berbagai negara untuk membawa peradaban kepada umat
manusia. Melalui Srilanka, Pantai India Selatan, Sokanda (mungkin yang dimaksudkan adalah Pulau Sumatera), akhirnya Pangeran Ajisaka tiba di Jawa, yang pada waktu itu merupakan tempat tinggal para raksasa dengan rajanya yang bernama Dewata Cengkar.

Dalam perjalanan menjelajahi Nusa Jawa, Pangeran Ajisaka menemukan dua tubuh raksasa yang telah mati. Ditangan kedua raksasa tergenggam masing-masing sehelai daun. Diatas kedua daun tersebut terdapat masing-masing tulisa purwo (kuno) dan tulisan Thai. Oleh pangeran Ajisaka kedua tulisan tersebut disatukan, dan dengan demikian ia menciptakan abjad Jawa yang terdiri atas 20 huruf, yang jika dirangkai membentuk suatu kalimat yang berbunyi : “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa dha ja ya nya ma ga ba ta nga” . arti kalimat tersebut adalah, “Ada dua orang utusan yang saling bertengkar, keduanya sama kuat dan karena itu keduanya mati”

Legenda itu antara lain ditulis dalam sebuah buku Jawa yang berisikan sejarah mitologi Pulau Jawa hingga berdirinya kerajaan Majapahit, kemudian harus mengalami perubahan huruf Jawa yang diajarkan di sekolah Jawa Tengah dan Jawa Timur sekarang ini adalah yang dipakai dalam karya-karya kesusastraan jaman Mataram dari abad ke-18 dan 19.

Secara garis besar, ada dua konsepsi tentang kelahiran ha-na-ca-ra-ka. Dua konsepsi itu masing-masing mempunyai dasar pandang yang berbeda. Konsepsi yang pertama berdasarkan pandang pemikiran tradisional, dari cerita mulut ke mulut sehingga disebut konsepsi secara tradisional. Konsepsi yang kedua berdasar pandang pada pemikiran ilmiah sehingga disebut konsepsi secara ilmiah.

Konsepsi secara tradisional mendasarkan anggapan bahwa kelahiran ha-na-ca-ra-ka berkaitan erat dengan legenda Aji Saka. Legenda itu tersebar dari mulut ke mulut yang kemudian didokumentasikan secara tertulis dalam bentuk cerita. Cerita itu ada yang masih berbentuk manuskrip dan ada yang sudah dicetak. Cerita yang masih berbentuk manuskrip, misalnya Serat Momana, Serat Aji Saka, Babad Aji Saka, Aksara Jawa dan Tahun Saka. Cerita yang sudah dicetak misalnya Kutipan Serat Aji Saka dalam Punika Pepetikan Saking Serat Djawi ingkang Tanpa Sekar (Kats,1939), Lajang Hanatjaraka (Dharmabrata,1949), dan Manikmaya (Panambangan, 1981).

Dalam manuskrip Serat Aji Saka (Anonim) dan kutipan Serat Aji Saka (Kats, 1939) misalnya diceritakan bahwa Sembada dan Dora ditinggalkan di Pulau Majeti oleh Aji Saka untuk menjaga keris pusaka dan sejumlah perhiasan . mereka dipesan agar tidak menyerahkan barang-barang itu kepada orang lain, kecuali Aji Saka sendiri yang mengambilnya. Aji Saka tiba di Medangkamulan, allu bertahta di negeri itu. Kemudian nagari termahsyur sampai dimana-mana. Kabar kemahsyuran Medangkamulan terdengar oleh Dora sehingga tanpa sepengetahuan Sembada ia pergi ke Medangkamulan. Dihadapan Aji Saka, Dora melaporka bahwa Sembada tidak mau ikut, Dora lalu dititahkan untuk menjemput Sembada. Jika Sembada tidak mau, keris dan perhiasan yang ditinggalkan agar dibawa ke Medangkamulan. Namun Sembada bersikukuh menolak ajakan Dora dan mempertahankan barang-barang yang diamanatkan Aji Saka.

Akibatnya, terjadilah perkelahian antara keduanya, oleh karena seimbang kesaktianya mereka mati bersama. Ketika mendapatkan kematian Sembada dan Dora dari Duga dan Prayoga ayng diutus ke Majeti, Aji Saka emnyadari atas kekhilafanya. Sehubungan dengan itu, ia menciptakan sastra dua puluh yang dalam Manikmaya, Serat Aji Saka dan Serat Momana disebut satra sarimbangan. Sastra Sarimbangan itu terdiri atas empat warga yang masingt-masing mencakupi lima sastra yakni:
1. Ha-na-ca-ra-ka
2. Da-ta-sa-wa-la
3. Pa-dha-ja-ya-nya
4. Ma-ga-ba-tha-nga


Sastra Sarimbangan itu, antara lain terdapat dalam manuskrip Serat Aji Saka, puph VII Dhandanggula bait 26 dan 27 sebagai berikut:

Dora goroh turewerdineki Dora bohong ucapanya yakin
Sembada temen tuhu perentah Sembada jujur patuh perintah
Sun kabranang nepsu ture Ku emosi marah ucapanya
Cidra si Dora iku Ingkar si Dora itu
Nulya Prabu Jaka anggarggit Lalu Prabu Jaka Menganggit.

Tks tersebut memuat kisah sebagai berikut.

Ha-na-ca-ra-ka berarti ada “utusan” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan asat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsure itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan ).

Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data “saatnya ( dipanggil ) “ tidak boleh sawala “mengelak” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksudnya padha “ sama ) atau sesuai, jumbuh, cocok “tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan kelhuran dan keutamaan. Jaya itu “ menang, unggul “ sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan “ sekedar menang “ atau menang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewidrat, berusaha untuk menanggulanginya.

Teks diatas mririp teks yang terdapat dalam Manikmaya jilid II (Panambangan 1981 : 385) kemudian untuk memberikan kesan yang menarik lagi bagi anak-anak yang sedang belajar aksara ha-na-ca-ra-ka, dalam Lajang Hanatjaraka jilid I dan II (Dharmabrata, 1948: 10-11 : 1949:65-66) dihiasi dengan gambar kisah Dora dan Sembada. Hisasan yang menggambarkan kisah kedua tokoh itu menandai lahirnya ha-na-ca-ra-ka.

Tidak dapat dipungkiri bahwa legenda Aji Saka hingga beberapa generasi mengilhami dan bahkan mengakar dalam alam pikiran masyarakat Jawa. Dikatakan oleh Suryadi (1995: 74-75) bahwa mitologi Aji Saka masih mengisi alam pikiran absrtaksi generasi muda etnik Jawa yang kini berusia tiga puluh tahun keatas. Fakta pemikiran tersebut menjadi bagian dari kerangka refleksi ketika mereka menjawab perihal asal-usul huruf Jawa yang berjumlah dua puluh.

Selain Aji Saka sebagai tokoh fiktif, anma kerajaanya yakni Medangkamulan masih merupakan misteri karena secara historic sulit dibuktikan ketidakterikatan itu sering menimbulkan praduga dan persepsi yang bermacam-macam misalnya praduga yang muncul dari Daldjoeni (1984 :147-148) bahwa kerajaan Medangkamulan berlokasi di Blora, sejaman dengan kerajaan Prabu Baka di ( sebelah sselatan ) Prambanan, yakni sekitar abad IX. Berdasarkan praduga itu, aksara Jawa ( ha-na-ca-ra-ka ) diciptakan pada sekitar abad tersebut.

Praduga Daljoeni tentang lokasi Medangkamulan memang sesuai dengan keterangan dalam sebuah teks lontar (Brandes, 1889: 382-383) bahwa Medangkamulan terletak di sebelah timur Demak, seperti berikut :
Mangka wonten ratu saking bumi tulen, arane Prabu Kaciwahas. Puniaka wiwtaning ratu tulen mangak jumeneng ing lurah Medangkamulan, sawetaning Demak, sakiduling warung.

Demikianlah ada raja dari tanah tulen, anmanya Prabu Kaciwahas. Itulah permulaan raja tulen ketika bertahta di lembah Medangkamulan, sebelah timur Demak sebelah selatan warung. Akan tetapi, penunda tahun kelahiran ha-na-ca-ra-ka diatas berbeda dengan yang terdapat dalam serat Momana. Dalam Serat Momana disebutkan bahwa ha-na-ca-ra-ka diciptakan oleh Aji Saka yang bergelat Prabu Girimurti pada tahun (saka) 1003 atau tahun 1081 Masehi. Tahun1003 itu dekat dengan tahun 1002 yang disebutkan dalam The History of Java itu disebutkan bahwa Prabu Baka bertahta di Brambanan antara tahun 900 dan 9002, yakni seratus tahun sebelum Aji Saka bertahta.

Sementara itu, dalam Manikmaya disebutkan bahwa Aji Saka dengan sebutan Abu Saka mengembara ke tanah Arab. Di negeri itu bersahabat dengan Nabi Muhammad ( yang hidup pada akhir abad VI-pertengahan abad VII ). Setelah perrgi ke pulau Jwa , sengan sebutan Aji Saka akibat berselisih paham dengan Nabi Muhammad ia menciptakan aksara ha-na-ca-ra-ka. Penciptaan aksara itu diperkirakan pada abad VII (sesuai dengan masa kehidupan Nabi Muhammad) karena didalam teks tidak disebutkan secara eksplisit.

Warsito (Ciptoprawiro, 1991:46) dalam telaah Serat Sastra Gendhing berpendapat bahwa syair ha-na-ca-ra-ka diciptakan oleh Jnanbhadra atau Semar. Dengan demikian, saat kelahiran Ha-na-ca-ra-ka sulit ditentukan Karen Semar merupakan tokoh fiktif dalam pewayangan. Dalam buku Serat Sastra Hendra Prawata dikemukanakan bahwa aksara Jawa diciptakan oleh Sng Hyang Nur Cahya yang bertahta di negeri Dewani, wilayah jajahan Arab yang juga menguasai tanah Jawa. Sang Hyang Nur Cahya adalah putra Sang Hyang Sita atau Kanjeng Nabi Sis. Disamping akasara Jawa, Sang Hyang Nur Cahya juga menciptakan aksara Latin, Arab, Cina dan aksara-aksara yang lain. Seluruh aksara itu disebut Sstra Hendra Prawata.

Dikemukakan pula bahwa berdasarkan bentuknya, aksara Jawa merupakan tiruan dari aksara Arab, mula-mula aksara itu berupa goresan-goresan yang mendekati bentuk persegi atau lonjong, lalu makion lama makin berkembang hingga terbentuklah aksara ayng ada sekarang (Soetrisno 1941 : 10). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Aji Saka yang dianggap sebagai pencipta aksara Jawa itu sebenarnya bukan penciptanya, emlainkan sebagai pembangun dan penyempurna aksara tersebut sehingga tercipalah bentuk aksara dan susunan atau carakan ( ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya ) seperti sekarang ini. Terciptanya bentuk aksara dan carakan itu melibatkan kedua absinya, Dora dan Sembada yang menemui ajlanya secara tragis.
Selain yang telah diuraikan diatas, ada dugaan bahwa kisah tragis Dora dan Sembada dalam Legenda Aji Saka merupakan symbol perang saudara untuk memperebutkan tahta Mjapahit. Perebutan itu mengakibatkan hancurnya kedua belah pihak, menjadi bangkai dengan ungkapan ma-ga-ba-tha-nga. Tentu saja kisah simbolik yang melahirkan aksara ha-na-ca-ra-ka itu muncul setelah hancurnya kerajaan Majapahit, antara abad XVI dan XVII (Atmodjo, 1944 : 2).

Dugaan lain adalah bahwa peristiwa tragis yang menimpa Dora dan Sembada merupakan symbol gerakan milenarianisme, yakni gerakan yang mengharapkan datangnya pembebasan atau ratu adil, dengan ungkapan ha-na-ca-ra-ka. Namun kapan datangnya pembebasab dan siapa yang dimaksud dengan ratu adil, apakah Raden Patah yang berhasil naik tahta setelah Majapahit runtuh atau Sutawijaya yang mampu menyelamatkan negeri (Pajang) dari rongrongan Arya Penangsang ataukah tokoh lain, masih merupakan tanda Tanya yang saulit untuk memperoleh jawaban secara ilmiah atau nalar.

bersambung.....


Read More......